Naskah yang terbuat dari 93 lembar daun lontar dan baru selesai
diterjemahkan tersebut, mengungkap beberapa fakta baru. Menurut naskah
itu, Sumpah Palapa diikrarkan oleh Patih Gadjah Mada pada masa
Majapahit dipimpin Raja Tribhuana Tunggadewi, bukan pada masa Hayam
Wuruk yang selama ini diketahui publik.
Sumpah Palapa menjadi satu-satunya sumpah terkenal yang diucapkan
seorang Patih. Pada masa itu, Patih Gadjah Mada merupakan Patih yang
disegani dan dihormati. Isinya, kurang lebih pernyataan Gadjah Mada
yang berupaya menyatukan Nusantara dalam kekuasaan Majapahit. Menurut
Wikipedia, Sumpah Palapa terdapat di Kitab Paraton yang bunyinya :
Sira Gajah Madapatih Amangkubhumi tan ayun amuktia palapa, sira Gajah
Mada: "Lamun huwus kalah nusantara isun amukti palapa, lamun kalah ring
Gurun, ring Seran, TaƱjung Pura, ring Haru, ring Pahang, Dompo, ring
Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, samana isun amukti palapa".
Terjemahannya,
Beliau Gajah Mada Patih Amangkubumi tidak ingin melepaskan puasa.
Beliau Gajah Mada, "Jika telah mengalahkan Nusantara, saya (baru akan)
melepaskan puasa. Jika mengalahkan Gurun, Seram, Tanjung Pura, Haru,
Pahang, Dompo, Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, demikianlah saya (baru
akan) melepaskan puasa".
Pada naskah kuno Kakimpoi Gadjah Mada juga diungkapkan bahwa Majapahit
menyerbu Bali bukan pada masa Raja Sri Kresna Kepakisan, melainkan pada
masa Raja Tribhuana Tunggadewi yang tak lain adalah Ibunda Hayam Wuruk.
Naskah itu juga mengungkap, Sri Kresna Kepakisan bukanlah Raja
Majapahit, tetapi Raja yang dipersiapkan Majapahit untuk menduduki Bali.
Penerjamahan yang dilakukan oleh Guru Besar Fakultas Sastra Universitas
Udayana Bali, Prof. DR I Ketut Riana ini, rencananya akan dilanjutkan
dengan pembuatan buku. Namun hingga saat ini, pihak-pihak yang ditawari
untuk menfasilitasi penerbitan itu, seperti Bupati Mojokerto, Swasta
dan Dinas Persenibud Jatim, belum memberikan tanggapan.
info dapat dilihat di:
http://www.kabarinews.com/article.cfm?articleId=32415