Pertentangan antara satu teori dengan teori yang lain adalah hal yang sering terjadi di mana-mana. Menjadi menarik kalau teori-teori yang saling bertentangan itu sudah terbukti secara eksperimen. Mungkin yang paling terkenal adalah pertentangan penentuan kecepatan cahaya oleh hukum kedua Newton dengan persamaan Maxwell yang mengantarkan Einstein pada teori relativitas khususnya.
Hukum kedua Newton mungkin teori dalam fisika yang paling sering diperdebatkan. Persamaan gerak yang dipublikasi oleh Newton tahun 1687 ini memang menjadi fundamental dalam mekanika, sudah terbukti dalam berbagai macam eksperimen, mulai dari yang sederhana sampai dengan peluncuran satelit keluar dari gaya gravitasi Bumi. Tapi pada beberapa kasus ada beberapa fenomena teramati yang teorinya tidak sinkron dengan hukum kedua Newton. Misalnya hukum Ohm.
Hukum Ohm
Georg Simon Ohm, fisikawan Jerman (1789 - 1854), mempelajari dan menjelaskan secara matematis eksperimen sirkuit listrik Galvani (Die galvanische Kette, mathematisch bearbeitet, atau Investigasi secara matematik sirkuit galvani, 1827). Pada masa itu sudah diketahui bahwa partikel bermuatan negatif (yang kemudian diketahui adalah elektron) yang bergerak akan menciptakan arus. Untuk membuat muatan bergerak, maka dibutuhkan sesuatu untuk mendorong. Dan sesuatu itu jelas sekali adalah gaya.
Ohm memulai analisis matematisnya dengan sebuah asumsi dasar: bahwa gaya yang dibutuhkan untuk membuat muatan bergerak adalah sebanding dengan besarnya arus yang tercipta. Make sense, isn’t it?.
Dalam fisika, lebih mudah dan lebih komplit untuk menganalisis kerapatan suatu besaran ketimbang besarannya itu sendiri. Misalnya volume sebuah benda lebih enak dipandang sebagai kerapatan massa, karena memberkan informasi lebih banyak. Semakin besar kerapatan massa sebuah benda sementara ukurannya kecil, berarti benda itu berat sekali. Tidak hanya itu, kita bisa memperkirakan kerapatan molekul benda itu.
Nah, arus juga demikian. Arus lebih mudah dipandang sebagai sebuah kerapatan muatan yang bergerak (kerapatan arus); arus berbanding lurus dengan kecepatan muatan tersebut. Ohm kemudian mengambil kesimpulan bahwa gaya yang dibutuhkan untuk menggerakkan partikel itu berbanding lurus dengan kecepatan muatan.
Ohm kemudian meneruskan bahwa sumber penghasil gaya adalah medan listrik yang dihasilkan oleh muatan (elektron) di dalam sirkuit tersebut. Karena itu gaya berbanding lurus dengan medan listrik.
Pada akhirnya Ohm menyimpulkan bahwa medan listrik berbanding lurus dengan kecepatan muatan. Dalam pemakaian praktis, medan listrik lebih mudah dilihat sebagai beda voltage (V) dan kecepatan muatan sebagai kuat arus (I); sehingga muncullah persamaan yang terkenal V = RI dengan R sebagai sebuah konstanta empiris penyetara, yang akhirnya disadari adalah hambatan atau resistensi material tempat arus mengalir.
Kontradiksi
Dengan memakai asumsi dasar Ohm, gaya berbanding lurus dengan kecepatan muatan. Tidak ada terjadi perubahan kecepatan di sini, artinya kecepatan konstan. Ini yang bermasalah dengan hukum kedua Newton: sebuah objek bermassa yang dikenai gaya maka akan mengalami percepatan. Percepatan adalah perubahan kecepatan terhadap waktu; artinya gaya sebanding dengan kecepatan yang berubah!
Artinya, berdasarkan hukum kedua Newton, gaya listrik yang diberikan untuk mendorong muatan sehingga bergerak seharusnya akan membuat muatan itu memiliki percepatan, bukan kecepatan konstan!
Yang lebih menarik lagi adalah secara eksperimen kedua hukum ini terbukti benar. Para saintis butuh waktu beberapa puluh tahun untuk menjelaskan kontradiksi ini. Dan jawabannya terdapat dalam tinjauan mikroskopik dari hukum Ohm.
Solusi
Di dalam kawat, si elektron bergerak tidak bergerak lurus (berubah) beraturan seperti mobil bergerak di jalan tol yang mulus: Terjadi banyak tumbukan antara elektron-elektron selama pergerakannya. Ini seperti mobil yang bergerak di jalan yang banyak lampu lalu lintas. Di setiap persimpangan si mobil harus berhenti karena lampu merah, lalu bergerak sesaat dan kemudian berhenti lagi, dan seterusnya. Memang benar bahwa dalam waktu yang sangat singkat elektron mengalami percepatan, tapi rata-rata kecepatannya (dari awal sampai kembali ke posisi semula) adalah konstan!
Jadi sebenarnya hukum Ohm bukanlah benar-benar sebuah hukum dalam hal keumuman konsep hukum seperti hukum Newton atau hukum Gauss dalam kelistrikan. Hukum Ohm lebih tepat sebagai sebuah “perkiraan” atau rule of thumb. Meskipun demikian, alat-alat elektronik yang kita temui sehari-hari hadir karena hukum Ohm yang dipakai oleh para insinyur listrik/elektronika.
Bagi saya menakjubkan, teknologi kita dibangun di atas sebuah “perkiraan”. Meskipun fisika adalah sebuah ilmu kira-kira, tapi hukum Ohm adalah kira-kiranya dari ilmu kira-kira — offset-nya semakin jauh. Menarik bukan? Hehehe…