Adalah manusia yang selalu menghendaki perubahan kondisi kearah yang lebih baik yang berarti konstruktif dan praktis. Sisi inilah yang sangat berpengaruh pada perubahan fenomena masyarakat, dengan berusaha meningkatkan kinerjanya untuk mencapai sebuah tujuan.
Dinamisasi kemajuan teknologi telah menancapkan benderanya diatas segala hal pada aktivitas manusia, dengan peningkatan alat-alat teknologi yang mengajak para ‘user’ untuk lebih mempermudah pekerjaannya dimana diolah sedemikian rupa sehingga lebih efisiensi dan efektif.
Misalnya teknik foto copy yang dapat dengan singkat memperbanyak sebuah dokumen, ataupun teknologi telekomunikasi yang kini telah mampu membuat telepon genggam yang kian hari kian canggih dan praktis.
Kondisi ini ternyata tidak hanya terjadi pada teknologi akan tetapi pola pikir manusia pun telah terkena imbasnya. Serba praktis dan instan selalu menjadikan pola aktivitas kita, entah mengapa ketika kita sedang berdiri dalam konteks pelajar misalnya yang belajar dalam ruang lingkup sekolah atau sarana-sarana pendidikan yang lain telah berfikir pada kerangka nilai akhir bukan pada proses?, hal ini terjadi dimungkinkan sikap pola pikir kita yang selalu menghendaki perjalanan hidup yang praktis dan instan.
Mungkin kehendak kita yang selalu mengharapkan percepatan dan pengkarbitan di segala lini kehidupan, sehingga pola pikir praktis selalu menjadi acuan dalam perjalanan hidup kita.
Saat ini kita cenderung pada sesuatu yang kontekstual, dalam hal ini kita selalu berfikir secara analis, kritik, argument yang mengarahkan kita untuk selalu berkeinginan pada harapan-harapan yang belum jelas akan terjadi. Padahal kalau kita mau berfikir, nilai yang dibangun karena nilai akhir hanya akan terbentur pada angan-angan dan akan selesai begitu nilai itu tercapai. Akan tetapi berbeda jika kita mau berfikir sesuatu yang mungkin terjadi, yaitu berfikir kreatif dan konstruktif, pemikiran yang berupaya mengatasi konflik dan permasalahan dengan merancang atau mendesain suatu cara atau langkah maju. Karena dengan berfikir seperti ini, aspek proses lebih diutamakan. Boleh saja kita bercita-cita untuk menjadi seorang sarjana dengan nilai tinggi dan keluar mendapatkan pekerjaan asalkan jangan menginstankan itu dengan melupakan dan meninggalkan proses perjalanan yang lebih penting.
Perlu diketahui bahwa semua orang tua berkeinginan untuk menjadikan anaknya memiliki masa depan yang cemerlang, dengan memasukkannya ke pendidikan formal, sayangnya harapan ini kemudian ditafsirkan lain oleh sang anak. Sang anak kerap memahami itu dengan pencapaian nilai setinggi-tingginya dalam proses belajarnya, bukan penguasaan ilmu sebanyak-banyaknya.
Hal inilah yang menjadikan kita terjerumus untuk mengejar masa depan yang mungkin berbeda-beda pada setiap diri manusia, dengan hanya bergantung pada rasa puas dari hasil ujian tanpa memperhatikan bagaimana seharusnya kita menguasai bidang studi tersebut. Perlu di ingat bahwa masa depan bukannya terletak pada nilai verbal akademis, akan tetapi masa depan adalah milik kita yang mau memahami proses perjalanan untuk mendapatkan nilai yang baik.
Kalaupun suatu pemikiran instan pada aspek teknologi sangatlah menguntungkan manusia akan kah pemikiran instan akan berdampak yang sama jika kita terapkan pada pola pikir kita dalam proses perjalanan menjadi seorang pembelajar??? Dan tidak seorangpun tahu apa yang akan terjadi esok…………!!!(Al-Hadits).